Indonesia Darurat Penipuan Keuangan, Masyarakat Terjebak Love Scam hingga Lowongan Kerja Fiktif
Jakarta, 18 Agustus 2025 – Gelombang penipuan keuangan terus melanda Indonesia. Dari modus love scam yang membalut tipu daya dengan rayuan cinta, hingga lowongan kerja fiktif yang menjanjikan gaji besar, ribuan warga Indonesia menjadi korban. Otoritas menyebut situasi ini sebagai darurat nasional, dengan jumlah korban dan kerugian yang terus meningkat.
Menurut laporan terbaru Indonesia Anti-Scam Center (IASC), hingga Januari 2025 terdapat lebih dari 20.900 laporan penipuan daring, dengan total kerugian menembus Rp 363 miliar. IASC telah memblokir lebih dari 9.000 rekening dan memulihkan dana sekitar Rp 91,9 miliar—namun angka tersebut masih jauh dari kerugian total yang dialami masyarakat.
Modus penipuan yang paling sering terjadi adalah tawaran pekerjaan fiktif dan love scam. Pelaku lowongan kerja palsu umumnya menawarkan posisi dengan bayaran tinggi dan iming-iming fasilitas lengkap, namun korban diminta mentransfer uang terlebih dahulu untuk proses rekrutmen atau pelatihan. Sementara dalam love scam, pelaku menjalin hubungan asmara secara daring lalu secara halus meminta uang dengan alasan pribadi.
Tak sedikit korban yang akhirnya terjebak dalam jaringan perdagangan orang internasional. Fenomena ini dikenal sebagai "lapar kerja digital", di mana warga tergiur tawaran kerja di luar negeri dengan bayaran tinggi. Sesampainya di lokasi seperti Myanmar, Laos, atau Kamboja, mereka justru disekap dan dipaksa bekerja sebagai operator penipuan daring atau "scammer". Jika menolak atau gagal memenuhi target harian, mereka terancam kekerasan fisik.
“Kami dijanjikan kerja sebagai customer service di Thailand. Tapi pas sampai sana, paspor langsung disita. Kami dipaksa nipu orang lewat internet. Siapa yang melawan, dipukul,” ujar seorang korban yang berhasil dipulangkan melalui bantuan Kementerian Luar Negeri.
Hingga pertengahan 2025, pemerintah telah mengevakuasi 699 WNI dari Myanmar yang menjadi korban sindikat scam center. Para korban kini menjalani pemulihan di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kementerian Sosial.
Laporan dari Migrant Care menyebutkan lebih dari 3.300 WNI menjadi korban penipuan daring lintas negara sejak 2020. Mereka umumnya direkrut melalui media sosial dan iklan-iklan kerja tidak resmi yang tersebar di platform digital.
Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa dari 2020 hingga akhir 2024, terdapat lebih dari 5.000 kasus penipuan daring dengan 1.299 korban diidentifikasi sebagai korban perdagangan orang.
Situasi ini menunjukkan bahwa penipuan keuangan bukan lagi kasus personal, melainkan ancaman nasional yang menyasar kelompok usia produktif, terutama mereka yang aktif di media sosial dan sedang mencari peluang ekonomi.
Pemerintah mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan kritis dalam menerima tawaran pekerjaan maupun menjalin hubungan daring. Edukasi digital, kolaborasi antarnegara, serta penegakan hukum terhadap pelaku menjadi langkah penting untuk memutus rantai kejahatan ini.