Parlemen Korea Selatan Revisi Aturan Darurat Militer Usai Krisis Politik Desember 2024
Seoul, 5 Juli 2025 — Parlemen Korea Selatan resmi mengesahkan revisi penting terhadap aturan darurat militer pada Jumat (5/7), sebagai respons atas krisis politik besar yang mengguncang negeri itu akhir tahun lalu. Revisi ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan eksekutif dan memperkuat supremasi sipil dalam sistem demokrasi negara tersebut.
Langkah ini diambil setelah insiden kontroversial pada 3 Desember 2024, ketika Presiden Yoon Suk Yeol secara mendadak menyatakan keadaan darurat militer, dengan alasan adanya "ancaman kekuatan anti-negara". Namun, tindakan itu segera memicu kecaman luas dari publik dan parlemen. Ketika akses ke Gedung Majelis Nasional diblokir oleh militer dan polisi, puluhan anggota parlemen terpaksa memanjat pagar dan menerobos barikade untuk menggelar sidang darurat yang akhirnya mencabut deklarasi tersebut hanya dalam hitungan jam.
Krisis tersebut bukan hanya mengguncang stabilitas politik, tetapi juga memicu proses pemakzulan terhadap Presiden Yoon. Pada 14 Desember 2024, mayoritas anggota parlemen — 204 dari 300 suara — menyetujui mosi pemakzulan. Yoon kemudian diskors dari jabatannya, dan Perdana Menteri Han Duck-soo ditunjuk sebagai presiden sementara.
Kini, tujuh bulan setelah insiden tersebut, parlemen mengambil langkah korektif dengan merevisi Undang-Undang Tata Laksana Keadaan Darurat. Di antara poin utama revisi adalah larangan bagi militer dan polisi untuk menghalangi akses anggota parlemen ke Majelis Nasional, serta keharusan memperoleh izin resmi dari Ketua Parlemen sebelum aparat bersenjata dapat memasuki gedung parlemen.
Ketua Majelis Nasional Korea Selatan, Woo Sang-ho, menyebut revisi ini sebagai "tonggak penting dalam perlindungan demokrasi dan supremasi hukum." Ia menegaskan bahwa parlemen tidak boleh lagi menjadi sasaran tindakan otoriter, bahkan di tengah krisis nasional.
Langkah parlemen ini menuai sambutan positif dari berbagai kalangan, termasuk akademisi, masyarakat sipil, dan komunitas internasional, yang menilai Korea Selatan berhasil membalik krisis menjadi momentum reformasi kelembagaan.
Dengan disahkannya revisi ini, Korea Selatan menunjukkan komitmennya untuk memastikan bahwa kekuasaan militer tidak akan kembali mengancam tatanan demokrasi yang telah dibangun sejak era transisi dari rezim otoriter pada akhir 1980-an.